Pendidikan Agama di Banten

Persoalan pendidikan pada umumnya dan pendidikan agama (Islam) pada khususnya, termasuk dalam konteks propinsi Banten, memang selalu aktual dan menarik untuk diperbincangkan. Berbagai diskusi dan  seminar kerapkali diselenggarakan oleh beberapa kalangan, baik dalam kerangka pemecahan terhadap masalah-masalah (problem solving) kependidikan maupun dalam rangka perumusan kebijakan dan pola strategi, serta format kelembagaan ideal yang di-harapkan mampu menjawab tantangan masyarakat ke depan. Hal ini disebabkan karena pendidi-kan merupakan sebuah proses dinamis, elastis, dan memiliki karakteristik selalu berkembang mengikuti denyut nadi kehidupan masyarakat.

Pembicaraan ini menjadi kian menemukan momentumnya ketika dikaitkan dengan persoalan dan eksistensi propinsi Banten yang notabene memiliki spesifikasi yang khas dan menarik, terutama dalam hal pola kehidupan keberagamaannya, yang menjadi ciri budaya masyarakat Banten. Tipologi masyarakat Banten memang dikenal memiliki karakteristik yang agamis bahkan cenderung mistis. Sejak lama masyarakat Banten dikenal memiliki tradisi dan semangat keilmuan yang cukup tinggi. Oleh karena itu, wajar jika tidak sedikit tokoh-tokoh ulama (pemikir muslim) klasik yang lahir dari ranah Banten ini. Tak kurang, ulama sekaliber Imam Nawawi al-Bantani (ab-ad XVIII) dari Tanara—yang cukup mendunia dan dikenal luas di pelbagai negara Timur Tengah—menjadi bagian terpenting dari sejarah kecemerlangan pendidikan masyarakat Banten. Dan masih banyak sosok ilmuan Banten yang berhasil mengangkat pamor daerah ini di mata dunia.

Dengan demikian, Banten dianggap memiliki komitmen yang sangat tinggi dalam upaya pembinaan, pengembangan, serta pengamalan ajaran agama Islam. Oleh karena itu sebenar-nya, kekhasan dalam konteks ini amat paralel dengan konsep pendidikan yang menjadi acuan dalam proses pembentukan mentalitas dan budaya keilmuan masyarakat Banten.

Meskipun demikian, sejarah Banten dalam bidang pendidikan agaknya kurang menda-pat sentuhan dan perhatian banyak pihak. Padahal aspek ini memiliki relevansi secara sosio-logis dengan realitas kebudayaan masyarakat Banten yang hidup dan tumbuh dari dulu hing-ga sekarang. Realitas kebudayaan sesungguhnya lahir dari pola hidup sebuah komunitas yang telah terbentuk lewat suatu metode atau peristiwa-peristiwa tertentu. Suatu kebudayaan dapat saja lahir lewat proses alamiah (natural) yang membentuk perilaku masyarakat secara wajar dan alami. Namun di samping itu, sebuah kebudayaan dapat juga dibentuk berdasarkan proses yang dirancang (designed) sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah pola tertentu yang kemu-dian menghasilkan kebudayaan. Yang saya maksud dalam hal yang terakhir ini, tak lain adalah proses pendidikan.

Proses pendidikan, dengan demikian, dipandang sebagai hal yang  mampu merubah bahkan menciptakan sebuah kebudayaan. Semakin baik sistem dan pola pendidikan yang di-terapkan, maka semakin tinggi nilai kebudayaan yang dihasilkan. Dalam tulisan ini saya men-coba mendeskripsikan tentang  sejauhmana pengaruh aspek pendidikan, khususnya pendidikan agama terhadap pembentukan mentalitas masyarakat Banten, khususnya budaya keilmuan dan sikap keberagamaan yang kental, sebagai karakteristik utama masyarakat Banten. Dan yang ju-ga penting, adalah menyangkut rencana strategis pengembangan  pendidikan a-gama Islam yang mampu menjawab tantangan zaman.

Karakteristik pendidikan agama di Banten

Profil kebudayaan propinsi Banten, dengan pelbagai potensi dan keunggulannya, baik di-lihat dari perspektif sejarah maupun perspektif sosiolgis, dianggap memiliki prospek yang sangat baik bagi pembangunan dan pengembangan masyarakat di bidang pendidikan, terutama pendi-dikan agama.

Dari perspektif sejarah, potensi pendidikan agama di Banten dapat dilihat dari jumlah institusi pendidikan yang ada serta kualitas out put yang dihasilkan menunjukkan betapa wila-yah ini sangat kondusif bagi pembangunan dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Sedangkan jika dilihat dari sisi sosiologis, masyarakat Banten dapat dikate-gorikan sebagai komunitas yang bercorak agamis (religius) dan memiliki semangat keberaga-maan yang cukup tinggi. Tipologi semacam ini telah berdampak pada kecenderungan masya-rakat menyangkut arah kebijakan pendidikan yang digariskan, baik oleh masyarakat sendiri maupun oleh pihak-pihak yang berwenang. Kecenderungan tersebut mewujud secara konkret da-lam pelbagai bentuk dan model pendidikan bernuansa Islam yang memiliki misi pembinaan men-talitas dan keilmuan dalam bidang keagamaan, dalam hal ini Islam.

Secara umum, terdapat empat model atau pola institusi pendidikan agama yang dikenal dan berjalan dari waktu ke waktu di Banten, seperti halnya pada komunitas lainnya. Pertama, pe-ndidikan agama di pondok pesantren. Model pendidikan agama semacam ini, menurut pendapat para pakar sejarah pendidikan Indonesia, merupakan model institusi pendidikan tertua yang dikenal di bumi Nusantara. Keberadaan pesantren telah dikenal semenjak permulaan penyebar-an dan pengembangan Islam di tanah air. Para ulama, disamping berdakwah melalui pendekatan budaya (kultural) yang hidup dalam suatu komunitas masyarakat tertentu yang kemudian berhasil merekrut (mengislamkan) sebagaian masyarakat, setelah itu mereka juga melakukan serangkai-an pembinaan terhadap umat Islam (mu’allaf) dan membekali mereka dengan  pelbagai materi ajaran Islam melalui program pendidikan informal yang diselenggarakan dengan sangat seder-hana. Model pendidikan semacam ini kemudian dikenal dengan nama “pondok pesantren”.

Di Banten, model institusi pendidikan seperti pondok pesantren ini menyebar ke pelba-gai pelosok daerah dan dikenal luas dalam masyarakat. Sistem ini kemudian dijalankan deng-an menggunakan metode dan pendekatan masing-masing, serta dengan memberikan penekanan (stressing) pada bidang-bidang kajian tertentu. Ada yang menitikberatkan pada pengkajian fikih-fikih klasik, pengkajian ilmu-ilmu kebahasaan (gramatikal) terutama bahasa Arab, peng-hafalan Alquran, tilawatil Quran (qari), bahkan ada yang memfokuskan diri kepada kelancaran dan kefa-sihan dalam berbahasa Arab.

Kedua, pendidikan agama di madrasah-madrasah. Model pendidikan agama lewat insti-tusi madrasah, juga menjadi ciri khas pendidikan agama di Banten dan telah memberikan andil yang besar bagi upaya transformasi nilai-nilai keislaman bagi umat Islam, terutama generasi mu-da. Namun, berbeda halnya dengan pesantren, biasanya madrasah memiliki hubungan adminis-tratif dengan pemerintah, dalam hal ini Departemen Agama.  Meskipun demikian, maka sesuai dengan namanya, materi pendidikan agama di madrasah mendapat porsi jauh lebih besar, yakni 75% dibanding materi-materi lainnya yang hanya 25%.

Ketiga, pendidikan agama masyarakat di majlis-majlis ta’lim. Model pendidikan agama di majelis ta’lim memiliki keunikan tersendiri. Model ini sungguh jauh dari kesan formal. Peserta pendidikan, biasanya, mayoritas ibu-ibu rumah tangga atau bapak-bapak yang sudah berusia lanjut. Namun, tidak menutup kemungkinan diikuti pula oleh kaum remaja dan anak-anak. Keunggulan sistem ini, disamping informalisme, materi-materi yang disampaikan cenderung ber-sentuhan dengan persoalan-persoalan kehidupan keseharian masyarakat. Selain itu, lewat forum majlis ta’lim ini, hubungan silaturahim antar warga masyarakat menjadi kian erat.

Keempat, pendidikan agama di sekolah-sekolah umum. Sejalan dengan tujuan pendi-dikan nasional, selain mencerdaskan peserta didik dengan materi-materi keilmuan, tapi proses pendidikan juga dituntut untuk menciptakan manusia Indonesia yang bermoral dan beretika. Dan melalui pendidikan agama atau etika keagamaan (al-akhlak al-karimah) di sekolah-sekolah  um-um ini, diharapkan seorang peserta didik mampu mengintegrasikan nilai-nilai keilmuan bersa-maan dengan nilai-nilai etika keberagamaan.

Mencermati keempat profil dan model pendidikan agama tersebut—meski dengan karak-teristik yang cenderung tradisional—maka secara kasat mata, Banten sesungguhnya berpeluang besar menjadi wilayah propinsi yang agamis (relijius), sebagaimana akar sejarah leluhur mereka. Oleh karena itu, wajar jika Banten dianggap memiliki potensi besar dalam pembangunan masyarakatnya secara komprehensif dan integral, terutama peningkatan pembangunan menta-litas keagamaan.

Menyusun strategi pengembangan

Urgensi pembangunan mentalitas dan moralitas keagamaan masyarakat Banten sesu-ngguhnya tidak dapat dilepaskan dari memori kolektif terhadap sejarah klasik masyarakat Banten, terutama ketika masa kesultanan Banten. Prediket Banten sebagai komunitas religius sejatinya menjadi beban atau tanggung jawab yang teramat berat. Oleh karena itu, memperta-hankan predikat ini, mau tidak mau, menjadi tanggung jawab kolektif masyarakat Banten dan pe-merintah daerah saat ini. Maka upaya yang perlu dan mendesak dilakukan adalah peningkatan dan pengembangan proses pendidikan yang telah berjalan, baik kualitas maupun kuantitas.

Berkenaan dengan upaya-upaya tersebut masyarakat dan pemerintah daerah dituntut melakukan kerja sama dalam rangka merealisasikan hal-hal beruikut ini. Pertama, perlu adanya upaya konkret bagi terwujudnya peningkatan kualitas pendidikan keagamaan secara institusi-onal. Upaya ini dapat berbentuk penyuluhan atau pembinaan tentang pengelolaan administrasi lembaga pendidikan agar lebih profesional dan bertanggung jawab. Dengan begitu maka institusi pendidikan yang berciri khas Islam menjadi primadona bagi generasi muda.

Kedua, peningkatan mutu pendidik dan kurikulum. Pendidik atau guru merupakan aspek terpenting dalam proses pendidikan disamping kurikulum. Sebab bagaimana pun bagusnya se-buah sistem atau kurikulum tanpa didukung pendidik yang profesional, maka rasa-rasanya sulit mewujudkan proses pendidikan yang ideal. Posisi pendidik, dengan demikian,  laksana the man behind the gun.  Oleh karena itu, diantara tugas terpenting pemerintah daerah adalah meningkatkan taraf hidup dan kehidupan para pendidik.

Ketiga, meningkatkan kuantitas  lembaga pendidikan.  Pemerintah daerah, sebagaima-na RAPBN 2001—2002, perlu menjadikan bidang pendidikan sebagai perioritas utama dalam program pembangunannya.  RAPBD ke depan sebaiknya memperioritaskan pengembangan infra struktur pendidikan di wilayah propinsi Banten. Baik menyangkut penambahan gedung-gedung sekolah, maupun penambahan jumlah pendidik untuk disebar di pelbagai pelosok wilayah. Ter-masuk dalam upaya ini, adalah mengurangi beban biaya pendidikan—kalau tidak mungkin dihilangkan sama sekali—bagi masyarakat  yang kurang mampu.

Akhir al-kalam, untuk mewujudkan masyarakat Banten yang berkualitas dan bermoral, melalui peningkatan mutu pendidikan keagamaan, tak pelak dituntut kerja sama pelbagai kompo-nen masyarakat dan pemerintah daerah. Sebab tanpa kerjasama dan tekad yang bulat, maka tujuan itu tampaknya sulit—kalau tidak dibilang mustahil—terwujud.  Dengan kerja sama yang baik, maka cita-cita Banten menuju masyarakat Madani, yakni masyarakat yang berkeadaban, insya Allah, akan menjadi kenyataan. Semoga! []

Cilegon, 12 September 2001

3 Tanggapan

  1. Thanks tadz, ternyata gak jauh ane dapet informasi tentang data yang dibutuhkan.

  2. ilmu pendidikan jg penting untk menyongsong masa depan..ilmu agama islam jg sangat penting bwt bekal,akhir perjalanan di dunia yg fana ini…ialah AKHIRAT.

  3. saya masih agak ragu memaknai arti pendidikan dan pelajaran tadz..
    jika yang dimaksud pendidikan pada kalimat “pendidikan agama di madrasah mendapat porsi jauh lebih besar, yakni 75% dibanding materi-materi lainnya yang hanya 25%.” adalah jumlah mata pelajaran, maka realita yang ditemukan saat ini adalah sebaliknya. pelajaran umum lebih banyak dan lebih diperhatikan dan di pentingkan guru-guru muda di madrasah. salah satu alasannya adalah UN. akibatnya pelajar-pelajar madrasah enggan untuk mendalami pendidikan agama karena merasa termotivasi oleh ujian negara tersebut.
    __ sheering dengan seorang ustadz sebuah ponpes sekaligus pengasuh madrasah*
    mohon komentarnya tadz,..

Tinggalkan komentar